Awalnya
sebuah kertas tersebut masih putih belum ada pena manapun yang memberikan
tintanya kepada kertas. Begitulah keadaan kita ketika lahir ke dunia ini. Belum
ada kesalahan yang kita lakukan. Saat itu kita hanya menangis, apakah menangis
karena merasakan kejamnya kehidupan di dunia ini atau menangis karena menyesal
telah menyetujui kontrak kehidupan dengan Sang Pencipta untuk datang kedunia
ini. Belum ada yang mengetahui sampai sakarang ini..
Awalnya
sebuah kertas tersebut masih putih belum ada pena manapun yang memberikan
tintanya kepada kertas. Begitulah keadaan kita ketika lahir ke dunia ini. Belum
ada kesalahan yang kita lakukan. Saat itu kita hanya menangis, apakah menangis
karena merasakan kejamnya kehidupan di dunia ini atau menangis karena menyesal
telah menyetujui kontrak kehidupan dengan Sang Pencipta untuk datang kedunia
ini. Belum ada yang mengetahui sampai sakarang ini..
Ketika kita lahir dengan keadaan
menangis, keluarga tentunya bahagia melihat kehadiran kita disisi mereka. Namun
ada juga keluarga yang sepertinya tidak menginginkan kehadiran kita disisinya.
Entah mengapa mereka tidak
menginginkan kehadiran kita, kita ketika
itu tidak mengetahui apapun dan yang jelas 100% bukan kesalahan kita sebagai
pendatang baru di kehidupan dunia ini.Namun itu merupakan tantangan awal bagi
kita sebagai pendatang baru.
Berada dikeluarga yang baik (mempunyai
kapribadian baik) ataupun tidak itu merupakan sudah takdir Tuhan bagi kita sebagai pendatang baru dunia.
Bagi kita yang ditempatkan di keluarga baik tentunya proses pendidikan yang
akan kita terima juga baik dan sebaliknya karena suatu ilmu mengatakan bahwa
keluarga merupakan tempat penanaman kepribadian
yang paling mendasar dan orang tua kita mengajarkan kepribadian dasar untuk
dikembangkan di lingkungan.
Dari bayi sampai fase anak-anak kita
di didik mulai dari agama, kepribadian
dasar dan kemampuan dasar yang harus dimiliki untuk melanjutkan kehidupan.
Dalam fase ini memang daya rekam memori kita sangat kuat. Apabila didalam
keluarga tersebut terjadi pertengkaran suami istri yang seharusnya tidak boleh
kita lihat, namun kita sering melihat mereka bertengkar dengan menggunakan
kata-kata kasar. Tentu saja peristiwa serta kata-kata kasar tersebut akan
tersimpan dalam memori kita.
Setelah melewati fase keluarga
sebagai fase pondasi kepribadian
kita, kita melanjutkannya ke fase sekolah. Di fase sekolah ini kita belajar
mengembangkan kepribadian yang baik tanpa menyampingkan kemampuan dan keterampilan.
Disini akan terjadi benturan antara kepribadian yang baik dengan yang tidak
baik. Karena di sekolah kita akan melakukan sosialisasi dengan teman sebaya.
Teman sebaya yang ditemui di sekolah belum tentu berasal dari keluarga yang
baik dan proses penanaman kepribadiannya belum tentu baik. Dari proses
sosialisasi tersebut tentunya akan terjadi saling mempengaruhi antara kita
dengan teman sebaya tersebut.
Beruntung
apabila kita bersosialisasi dengan teman yang mempunyai kepribadian yang baik.
Namun apabila kita bersosialisasi dengan teman yang memiliki kepribadian yang
tidak baik tentu disini letak permasalahannya. Dari proses sosialisasi yang
terjadi di sekolah, pondasi yang ditanamkan pada fase keluarga sangat
dibutuhkan. Apabila pondasi kita kuat maka kita akan bisa bertahan dari
pengaruh kurang baik tersebut
dan tidak menutup kemungkinan kita yang akan mempengaruhi mereka agar berkepribadian
baik seperti kita. Sedangkan apabila pondasinya tidak kuat maka kertas putih
tanpa tinta diatas akan mulai ternoda.
Di
fase sekolah ini peran keluarga sangat dibutuhkan sebagai pendidik dan
pengontrol kita. Karena pengaruh teman sebaya ini sangat besar dalam
pengembangan kepribadian kita. Bagi keluarga yang baik belum tentu bisa
mengontrol kita secara 100%, apalagi dari keluarga yang tidak baik. Orang tua
yang hanya mementingkan kebutuhan materi untuk anak tanpa mementingkan
perkembangan kepribadian anak. Hal tersebut sungguh sangat memprihatinkan.
Namun kita sebagai anak semoga dan harus dapat memilih dan melaksanakan kepribadian
yang baik tersebut.
Kemudian
kita akan memasuki fase lingkungan. Di fase ini kita akan belajar dan
melaksanakan apa yang telah kita pelajari disekolah dan dikeluarga. Jangan pernah
menganggap mudah fase ini. Di lingkungan kita dihadapkan dengan kerasnya dunia.
Mungkin lebih keras dari tumpukan batu karang di lautan. mulai dari
permasalahan ekonomi, social dan seluruh aspek dalam masyarakat akan kita
rasakan sehingga itu akan mempengaruhi kepribadian apabila kepribadian kita
tidak kuat.
Jalan satu – satunya yaitu membuat benteng yang kuat
dan tahan lama agar kepribadian kita tidak goyah mengikuti alur kehidupan
lingkungan. Selalu belajar dan memperbarui keimanan merupakan salah satu cara
yang dapat memperkokoh benteng kepribadian kita.